Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Anugerah yang Mengalir di Jalan Pemaafan

Jika Anda marah,  salah satu teori psikologi mengatakan "maka luapkanlah". Andaikata ingin berteriak, maka berteriaklah sekencang-kencangnya. Sehingga beban yang mengendap di hati bisa mencuat keluar, agar sesuatu yang menyumbat pada jiwa dapat menjadi longgar kembali. Tetapi jangan lantas berhenti di situ saja pemahaman kita. Sebab jika setiap kali marah harus berteriak-teriak, tentu itu akan mendorong seseorang menuju sakit jiwa.

Setelah perasaan plong, ajaklah teman sejawat yang persahabatannya sejati untuk duduk satu meja; ngobrol bersama, diskusi bersama, memecahkan persoalan yang tengah Anda hadapi. Sebab menuangkan beban jiwa semacam itu, semata hanyalah proses supaya tingkat kemarahan kita mereda. Bukankah rasa amarah yang masih mengendap dan tertekan di jiwa, akan membuat seseorang timpang dalam berfikir? Lebih menawan lagi, jika kita mampu menuruti petuah Rasulullah SAW. Beliau menyerukan, jika diri kita tengah dalam kondisi marah, maka maafkanlah orang yang membuat Anda marah itu.


Setiap orang yang berlaku jahat, dirinya memang pantas mendapatkan balasan yang setimpal atas perilakunya tersebut. Namun jalan pemaafan, kiranya jauh lebih mulia. Orang yang sanggup memaafkan orang lain yang mencederainya, termasuk ke dalam orang-orang yang berjiwa besar dan agung. Sebagaimana ayat-ayat yang banyak bertebaran dalam kitab suci al-Qur'an, bahwa orang-orang yang berbudi luhur semacam ini bakal mendapatkan imbalan dari Allah SWT dengan balasan yang tak terhingga.

Dalam kanvas kehidupan, selalu saja ada tangan-tangan yang sok bersikap usil, berperilaku jahil, bertindak jahat, hobi menzalimi sesamanya. Nah, pada saat hal itu menimpa diri kita, sanggupkah kita mengulurkan permaafan terhadap mereka? Ketidak sanggupan untuk saling memaafkan inilah, yang membuat kondisi sosial dan situasi perpolitikan negeri ini menjadi serba carut-marut. Bayangkan, cuma lantaran persoalan yang sangat remeh-temeh saja, bisa mengakibatkan saling gebuk dan baku hantam. Bahkan yang sangat naif, harus mengorbankan nyawa-nyawa tak berdosa melayang.

Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Sunan Abu Dawud, Nabi SAW bersabda: “Bagi siapa yang sanggup menahan amarahnya, padahal dirinya kuasa untuk meluapkan rasa amarah untuk membalasnya, maka Allah akan memenuhi hatinya dengan iman dan rasa aman ketenteraman.” Betapa sejuknya melihat wajah-wajah yang di hatinya selalu menyembulkan nurani pemaafan. Kelembutan hati orang yang demikian ini, biasanya teraplikasi lewat tutur bahasanya yang lemah lembut, perangainya indah menawan, dan jika diajak bicara teramat menyenangkan. Tetapi waspadalah terhadap musang berbulu ayam; orang-orang yang menampilkan wajah memukau, namun lubuk hatinya diliputi racun dusta yang mematikan. Orang-orang semacam inilah, yang terbiasa menghunuskan pedang tepat pada saat kewaspadaan kita lengah.

Pada Haditsnya yang lain Rasulullah SAW juga menuturkan: “Pasti bakal mendapatkan limpahan kasih sayang-Nya, bagi orang yang tengah dibuat marah namun hatinya tetap bersabar dan tidak melampiaskan dendam amarahnya.” Hadits ini menyiratkan, bahwa kasih sayang Allah SWT, rahmat dan ridho-Nya senantiasa mengalir menyertai orang-orang yang berperangai sabar dan sanggup memaafkan.

Jika tak sanggup memaafkan dikala terjadi peristiwa yang membuatnya marah, masih ada waktu di kemudian hari untuk memaafkan. Dan permaafan ini pun, kiranya tak hanya cukup berhenti sebatas kata "maaf" semata. Namun harus disusul dengan tetap berlaku baik kepada orang yang membuat diri kita marah. Sebab seorang pemaaf, dirinya akan senantiasa berlaku baik, selalu menebar kedamaian dan menawarkan suasana ketenteraman.

Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Turmudzi, Rasulullah SAW bersabda: “Maukah saya beritahukan kepada kalian tentang orang-orang yang diharamkan masuk neraka?" Para sahabat pun menjawab: "Baiklah ya Rasulullah." Maka bersabdalah Rasulullah SAW: "Neraka itu haram atas orang-orang yang ramah lapang dada, lunak lemah lembut, serta santun familiar dalam bergaul.”

Anas r.a. pernah menceritakan: "Ketika saya sedang berjalan bersama Nabi SAW, yang saat itu beliau mengenakan surban buatan Najran yang pinggirannya agak tebal, datanglah seorang Badui dengan tiba-tiba dan langsung menarik surban beliau dari belakang. Lantaran tarikan itu sangat keras sekali, maka berbekaslah pinggiran surban itu di leher Rasulullah. Lantas Badui itu pun berkata: Wahai Muhammad, berikan kepadaku dari harta Allah yang ada di tanganmu. Maka Nabi SAW menoleh kepada Badui itu dan tersenyum. Kemudian menyuruh sahabat yang menjaga di Baitul Maal agar memberi apa yang dimintai oleh Badui itu."

Betapa agung akhlak Rasulullah SAW. Barangkali beliau terlampau mafhum, bahwa orang-orang Badui secara kebiasaan kulturalnya memang berperangai kasar. Itulah sebabnya beliau sangat dikenal sebagai orang pemaaf, baik oleh kawan maupun lawan. Terbukti, sebagai uswatun hasanah, dirinya tak pernah mengajak kepada siapa pun untuk menyulut api permusuhan.

Seorang ulama' yang dikenal sangat 'alim bernama al-Yafi'i menceritakan: "Pada saat guru Abu Usman al-Jizi di tengah perjalanan pada tengah hari, tiba-tiba seseorang menuangkan abu dari atas rumah tingkatnya dan tepat mengenai kepala guru Abu Usman. Maka sertamerta pun kawan-kawannya marah dan mengumpat kepada orang yang membuang abu tersebut. Namun guru Abu Usman mencegahnya dan berkata: "Janganlah kalian mengumpat sedemikian itu. Sebenarnya seseorang yang layak dituangi api, lalu mendapatkan keringanan dengan hanya dituangi abu, tentu tidaklah pantas untuk marah. Bahkan seharusnya dirinya bersyukur atas keringanan tersebut."

Ibnu Sahin berkata: "Bahwa Allah SWT tidak pernah memuliakan seseorang karena kebodohannya. Dan Allah juga tidak pernah menghina seseorang karena kesabarannya. Demikian pula, tidak akan pernah berkurang harta karena disedekahkan." Al-Khatib menuturkan: "Bahwa orang yang sabar itu hampir-hampir setara dengan perilaku Nabi." Ibnu as-Sunni pun mengatakan: "Bahwa tiada sesuatu yang dihubungkan dengan yang lain, yang lebih utama daripada hubungan antara kesabaran dan ilmu."

Wallahu a'lam bish-shawab.

*) Tausiyah Islam ini ditulis oleh K.H. Imam Haromain Asy'ari, M.Si., Pengasuh Asrama Sunan Ampel Putra, Pon. Pes. Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang.