Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tausiyah K.H. Imam Haromain: Memanggul Dosa Orang yang Difitnah

Bismillah. Alhamdulillah.
Pada zaman yang sudah serba kelabu seperti saat ini, kiranya kita memerlukan sebuah kewaspadaan yang rangkap. Sebab sikap kehati-hatian yang kita miliki, sering kandas di tengah gelombang hidup yang alurnya serba tidak terduga.
Tanpa kewaspadaan semacam ini, kiranya diri kira acapkali lepas tak terkendali. Sebab lingkungan hidup sekitar kian tak kondusif bagi tumbuhnya nurani kemanusiaan. Betapa gampang orang saling melontarkan caci-maki, begitu mudah orang mengobarkan api fitnah, serta tak terasa diam-diam kita telah memakan harta yang menjadi hak orang lain.

Tidakkah merasa kaget dan tercengang saat di akhirat nanti ketika mengaku telah banyak melakukan amal kebajikan, tetapi justru diri kita dilemparkan  ke dalam api neraka? Padahal selama ini shalat yang kita lakukan tak pernah bolong-bolong, setiap tahunnya juga telah melaksanakan kewajiban puasa secara ajeg, serta tak pernah alpa untuk menunaikan zakat, bahkan sudah berkali-kali pula naik haji.
Orang-orang yang banyak melakukan amal kebajikan namun sekaligus berbuat tindak kejahatan, kata Rasulullah SAW, maka dia termasuk orang yang bangkrut. Sebagaimana hal itu dituturkan dalam Hadits berikut ini. Ketika berada di Madinah saat Rasulullah bersama para sahabatnya, beliau bertanya pada mereka; “Tahukah kalian siapa orang yang bangkrut itu?” Para sahabat berkata: “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” lalu Nabi SAW bersabda: “Sesungguhnya orang yang bangkrut dari umatku, adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan membawa amal puasanya, shalatnya, zakatnya, tetapi dia pernah mencaci maki orang lain, pernah menuduh zina orang lain, pernah juga memakan harta orang lain. Maka orang-orang tersebut kelak akan menuntut dan mengambil pahala dari amal kebajikannya untuk dijadikan sebagai tebusan, sehingga seluruh pahalanya habis tak tersisa sebagai ganti tebusan. Kemudian dosa orang-orang tersebut diletakkan di atas bahunya. Lantas orang itu pun dihempaskan ke dalam panasnya api neraka.” (HR. Muslim)
Sabda Rasulullah SAW itu hendaknya cukup menjadi bahan renungan untuk melakukan sebuah instropeksi diri. Betapa sering secara tak terasa kita melontarkan omongan, caci-maki, tudingan dan fitnahan kepada orang-orang dengan tanpa perasaan bersalah? Betapa gampang kita menghembuskan informasi perselingkuhan seseorang secara kasak-kusuk, tanpa bukti secuil pun? Betapa mudah kita membohongi orang lain, sehingga apa yang menjadi hak-haknya kita makan sendiri tanpa sedikit pun merasa berdosa?
Tidakkah kita pernah berfikir, bahwa apa yang telah kita lakukan itu telah menyakiti hati dan melukai perasaan orang lain? Tidakkah kita merasa bahwa perilaku kita itu bisa menjatuhkan martabat dan karir orang lain? Lantas pernahkah kita menelaah, bahwa dari ucapan kita itu bisa mencemarkan dan memporak-porandakan posisi dan jabatan orang lain?
Lebih parah lagi jika kita terus menerus bersikap seperti itu, sementara dari perilaku kita sendiri tak memiliki tabungan amal kebajikan. Sebab di akhirat nanti, sementara kita sudah tak kuat memanggul beban akibat dosa-dosa sendiri, masih pula ditambah dengan beban dosa-dosa orang lain yang semasa di dunia pernah kita dzalimi.
Sabda Nabi SAW: “Sesungguhnya orang yang paling buruk kedudukannya di sisi Allah, adalah orang yang dijauhi manusia karena takut akan kejahatannya.” (HR. Bukhari)
Maka bersegeralah untuk mengevaluasi diri sendiri. Dari kualifikasi itulah kita bisa bergegas untuk memperbaikinya. Setiap manusia pasti memiliki kekurangan, kekhilafan dan kesalahan. Baik itu yang terjadi di masa lalu, maupun pada waktu yang tengah kita jalani. Namun yang terpenting dari itu semua, jangan pernah lagi kehilangan hari esok. Sebab itulah waktu milik kita untuk dapat menutupi segala kelemahan dan kekurangan yang ada.
Sebagaimana hal itu telah diinspirasikan dalam al-Qur'an pada surah al-Hasyr ayat 18: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).”

Wallahu a'lam bish-showab.
*) Tausiyah Islam ini ditulis oleh K.H. Imam Haromain Asy'ari, M.Si., Pengasuh Asrama Sunan Ampel Putra, Pon. Pes. Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang.