Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tausiyah K.H. Imam Haromain: Memimpikan Hadirnya Pemimpin Pujaan

Bismillah. Alhamdulillah.
Betapa mengerikan jika suatu negeri dilanda oleh krisis kepemimpinan. Sebab dampak darinya, jauh lebih parah dibandingkan dengan krisis-krisis yang bersifat material. Kelangkaan sifat keteladanan dari para pemimpin tersebut, lantaran selama ini kita memang salah dalam mempresepsi arti kepemimpinan. Sebuah kepemimpinan, lebih kerap disalah-artikan menjadi perkasanya kekuasaan.
Itulah yang membuat banyak orang berebut jabatan posisi kedudukan dengan menghalalkan segala cara; membeli kedudukan dengan uang, menjilat atasan, menjegal kawan seiring dan menendang lawan – demi meraih jabatan tersebut. Dan itu pula yang mengakibatkan banyaknya pemimpin yang tak dicintai, tidak disegani, tak ditaati, atau bahkan dibenci dan dicaci-maki.
Satu-satunya jalan untuk memimpikan hadirnya seorang pemimpin pujaan, adalah dengan mensuriteladani kepemimpinan Rasulullah. Sebab dirinya merupakan figur pemimpin yang paripurna. Beliau tak hanya saja berhasil dalam memimpin diri sendiri dan keluarganya, tetapi juga sukses menjadi pemimpin bagi umat dan rakyatnya. Di dalam keluarga beliau dikenal sebagai sosok pemimpin rumah tangga yang harmonis, suami teladan yang amat mesra dan romantis dengan para istrinya, seorang ayah teladan, mertua yang pengertian dan kakek yang penyayang.

Dalam bidang ekonomi, beliau juga dikenal sebagai pedagang dan wirausahawan yang sukses. Tak hanya itu saja, beliau juga mencapai keberhasilan yang gemilang dalam memimpin masyarakatnya. Dirinya adalah saorang pendidik yang cemerlang, juga berhasil dalam membangun sebuah sistem hukum dan peradilan, serta piawai dalam menyusun strategi kemiliteran. Sayangnya, kita sering khilaf sehingga lebih memposisikannya di atap langit – sehingga sulit terjangkau untuk diteladani.
Padahal sesungguhnya, kepemimpinan Rasulullah bisa kita dekati dengan teori leadership yang paling modern sekalipun. Seperti halnya persyaratan yang harus dimiliki oleh setiap pemimpin; sebagai perintis, penyelaras, pemberdaya dan panutan. Pemimpin juga seorang visioner, memiliki kemauan yang kuat, punya integritas yang tinggi, selalu diliputi rasa ingin tahu yang mendalam, berpandangan jauh ke depan, cakap dalam memenej dan mendesain organisasi, penuh inisiatif dan selalu mengembangkan inovasi-inovasi, serta harus sanggup tampil di depan sebagai seorang pemberani.
Semua persyaratan itu telah ada dalam diri Nabi Muhammad SAW. Dengan kepribadian dan pengalamannya di masa muda, beliau sangat sigap dalam mengenali situasi yang berkembang di masyarakatnya. Itulah sebab dirinya dikenal sebagai sosok yang selalu pro-aktif dan kreatif, serta pintar memberdayakan dan mengembangkan potensi-potensi yang ada pada masyarakatnya. Dengan pola komunikasi yang efektif, bermusyawarah dan selalu dekat dengan kaumnya, beliau berhasil bersama-sama membangun sebuah peradaban yang lebih manusiawi.
Banyak ide-ide pengembangan Rasulullah yang mencengangkan pada zamannya. Semisal bagaimana beliau membidik kota Madinah sebagai pusat pergerakan. Di sana Nabi SAW berhasil mempersaudarakan kaum Muhajirin dan kaum Anshar, serta membuat kesepakatan antar berbagai faksi yang ada di Madinah. Dengan kesepakatan Piagam Madinah, diserukanlah hak-hak kesetaraan bagi semua anggota masyarakat.
Di bidang ekonomi, sejarah telah mencatat bagaimana beliau memperbaiki sistem upah, serta melarang riba, penipuan jual-beli, penimbunan barang dan cara-cara curang lainnya. Rasulullah juga berhasil membangun sistem pendanaan yang dikelola dari dana zakat-infaq, harta rampasan perang, dana jizyah, pajak tanah, serta sumber penerimaan lainnya. Di sisi lain, Rasulullah juga berhasil dalam menerapkan sistem dan metodologi pendidikan bagi umat islam Madinah. Itu belum lagi pembangunan di bidang hukum dan peradilan, bidang strategi kemiliteran, norma-norma penegakan tata sosial-kemasyarakatan, atau hal-hal lainnya.
Tapi di atas semua itu, Ralulullah SAW paling mengedapkan sisi moral, etika dan akhlaqul karimah. Sebab sesungguhnya, beliau sangat mencitai kedamaian, ketentraman dan kesejahteraan. Itulah sebabnya, dalam strategi militer beliau senantiasa meminimalkan jumlah korban. Dan bahkan targetnya, adalah bagaimana mengalahkan musuh tanpa terjadinya pertumpahan darah. Seperti yang dikatakan Sun Tzu: “Seratus kemenangan dalam seratus pertempuran, bukanlah keterampilan militer yang luar biasa. Tetapi menundukkan kekuatan lawan tanpa pertempuran, itulah keterampilan militer yang paling hebat.”
Rukun Antar Warga - Rasulullah mencintai kedamaian
Sebab bagi Rasulullah satu-satunya hal yang paling agung untuk selalu diperjuangkannya, adalah membangun umat yang berakhlaqul karimah. Kecintaanya pada umatnya, bahkan melebihi kepentingan hidup lainnya. Dialah figur pemimpin abadi, yang dengan hatinya beliau memimpin segenap hati manusia. Itulah sebabnya, ketika menjelang wafat beliau bertanya kepada Jibril dengan suaranya yang mulai melemah: ”Wahai Jibril, jelaskan padaku tentang hak-hakku di hadapan Allah nanti?” maka Jibril pun menjawab: “Pintu-pintu langit telah terbuka. Para malaikat pun telah menanti ruhmu. Semua pintu surga terbuka lebar menanti kedatanganmu.”
Mendengar hal itu, ternyata tak membuat beliau merasa lega. Sorot matanya masih menandakan kecemasan. Lalu beliau pun berkata, “Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak di akhirat.” Jawab Jibril, “Jangan khawatir, wahai Rasulullah. Aku pernah mendangar Allah berfirman kepadaku: Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya.”
Mendengar hal itu, maka Rasulullah baru hatinya merasa lega. Lalu dengan perlahan ruh beliau ditarik. Dengan pelahan pula beliaupun mengaduh. ”Jibril, betapa sakitnya sakaratul maut ini.” Dalam kondisi sakit yang sudah tak tertahankan lagi, beliaupun masih menyempatkan berdoa bagi umatnya; “Ya Allah, betapa dahsyatnya maut ini. Maka timpahkan saja semua siksa maut ini kepadaku, dan jangan kepada umatku.” Ketika bibir Rasulullah sudah tampak kebiruan pertanda sang ajal sudah berada di penghujung usianya, beliau pun masih sempat memanggil: “Ummatiy, ummatiy...”

Wallahu a’lam bish-showab!

*) Tausiyah Islam ini ditulis oleh K.H. Imam Haromain, M.Si., Pengasuh Asrama Sunan Ampel Putra Pon. Pes. Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang.
Gambar diambil dari flickr.com.