Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tausiyah K.H. Imam Haromain: Menyongsong Hari di Seberang Kematian

Bismillah. Alhamdulilah.
Ada petuah sederhana dari referensi purba; “Hiduplah sesukamu. Namun ingat, dirimu akan mati jua.” Betapa agungnya jika nasihat singkat ini, kita jadikan layang wasiat untuk menemani aktivitas dalam kesibukan hari-hari yang makin padat. “Iktsiru dzikra hadamil ladz-dzat – perbanyaklah mengingat yang menghancurkan nikmat (kematian),” Sabda Nabi SAW.
Sebuah kesuksesan – berupa tingginya kepangkatan dan jabatan, kekayaan yang melimpahruah atau yang lainnya -, jika diraih tanpa pernah mengingat akan kematian, tentulah akan berujung pada jurang kenistaan. Bukankah telah banyak dalam kanvas kehidupan ini orang yang angkuh karena hartabendanya? Tidakkah banyak pula orang yang bersikap adigang-adigung-adiguno lantaran kekuasaannya? Bahkan tidak sedikit juga orang yang justru menjadi jumawa lantaran kepintarannya.
Padahal beragam kesuksesan yang penuh gemerlap itu, kita cuma bisa menikmatinya hanyalah sepanjang usia. Dengan kata lain, segala rupa kenikmatan itu akan berhenti pada titik tapal batas kematian. Namun menurut al-Qur’an, ada orang yang hidupnya tak pernah mati-mati; dialah orang-orang yang senantiasa berjuang di jalanNya. Bak kata pepatah “Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang.”
Seperti halnya para pejuang pendahulu kita, yang begitu heroik mempertahankan kemerdekaan dengan darah dan nyawa. Juga para ulama’ kita yang telah mengabdikan seluruh potensinya demi agama, nusa-bangsa, perbaikan umat dan nilai-nilai etik kemanusiaan. Sehingga meskipun sudah lama tiada, namanya begitu harum dan mewanginya semerbak hingga di kemudian hari.

Oleh karenanya, senyampang nyawa masih lekat dikandung badan, perbanyaklah bekal untuk menyongsong hari-hari di seberang kematian yang panjangnya tak terkirakan. Berjuang dengan segenap tenaga dan jiwa, untuk berusaha secara terus menerus untuk membikin perbaikan demi perbaikan. Baik di wilayah sosial-kemasyarakatan, ranah keagamaan, bidang pendidikan, kesehatan, kebersihan lingkungan, serta sederet ruang-ruang perjuangan hidup lainnya. Alhasil, janganlah pernah berhenti untuk berjuang mencerdaskan bangsa dan mensejahterakan kehidupan masyarakat.
Ada resep sederhana dari seorang ulama’ agar orang namanya tak mati-mati. Yang pertama, cintailah Rasulullah dengan sepenuh hati. Sebab begitu melimpah cinta kasih sang Nabi SAW kepada umatnya. Agar cinta itu tak bertepuk sebelah tangan, maka sudah selayaknya kita menyambut tangan cinta dengan ketulusan cinta di hati. Camkanlah dalam-dalam segala sabdanya ke dalam relung sanubari. Dan berusahalah sekuat tenaga untuk selalu berjalan di rel mata ajaran yang telah digariskannya. Maka bersenantiasalah membaca shalawat untuknya, serta memuliakan hari kelahirannya.
Sepasang Gajah - Gajah mati meninggalkan gading
Sabda Nabi SAW: “Barangsiapa yang mengagungkan hari kelahiranku, maka dia akan mendapatkan syafaatku di hari kiamat.” Dan sabdanya pula:
Bagi siapa yang mencintai aku, maka dia akan bersamaku di dalam surga.”
Yang kedua, cintai pula ahlul-bait (keluarga Nabi). Dan termasuk dalam rumpun ahlul-bait ini, kata seorang ulama’, adalah para pewaris Nabi. Dialah orang-orang ‘alim yang begitu kuat memegang ajaran Rasul dan menyebarkannya ke masyarakat luas. Merekalah orang-orang yang selalu mengabdikan hidupnya untuk senantiasa berjuang di jalanNya. Maka dengan adanya rasa cinta kepada para ulama’, tentulah kita akan mengikuti fatwa-fatwanya, meniru teladan perilakunya, serta mau menjalankan kebiasaan-kebiasaan yang menjadi amalan bajik kesehariannya.
Sedangkan yang ketiga, adalah mencintai al-Qur’an. Sebab ini merupakan pedoman dan suluh penerang jalan kehidupan. Ketika disenandungkan, getaran iramanya akan merasuk rasa membeningkan nurani. Nilai-nilai aturan didalamnya jika dipraktekkan, akan membuat hidup menjadi tenteram mendamaikan. Sabda Rasulullah SAW: “Allah itu mempunyai keluarga.” Maka sahabat pun bertanya: siapakah itu Rasul? Jawab Nabi: “Dialah ahlul-Qur’an.”
Untuk itulah, mari sempatkan sejenak waktu untuk mentilawahkannya, mentartilnya, memaknainya – syukur-syukur kalau mau menghafalkannya, serta mengetetapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari. Orang-orang semacam di atas, kehidupannya tak kan mati. Sebab orang sesudahnya, akan senantiasa mengenang harum namanya.
Sungguh, manusia mati meninggalkan nama!

Wallahu a’lam bish-shawab!

*) Tausiyah Islam ini ditulis oleh K.H. Imam Haromain, M.Si., Pengasuh Asrama Sunan Ampel Putra Pon. Pes. Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang.
Gambar diambil dari flickr.com.