Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tausiyah K.H. Imam Haromain: Pilar Utama Moralitas Bangsa

Bismillah. Alhamdulillah.
Potret moralitas bangsa Indonesia, tampaknya, makin melukiskan gambar yang muram. Saban pagi kita disuguhi sarapan koran dengan menu yang membuat perut mual; sajian korupsi yang saling kait-mengait, pencurian dan perampokan yang makin terang-terangan, penipuan dengan segala modusnya, pertikaian sesama anak bangsa yang tak kunjung usai, pembalakan liar terjadi dimana-mana, amuk massa dan pembakaran pun makin membara.
Hal itu dilengkapi pula dengan beragam tontonan telivisi yang membikin kita mabok-kepayang; kontes pameran aurat yang minim gaun, rating utama unjuk sensualitas, gegap-gempitanya pornografi dan pornoaksi, kaum selebriti yang dengan gampangnya gonta-ganti pasangan, serta sederet tayangan hura-hura yang lebih berdampak negatif-destruktif buat keluarga kita. Belum lagi dengan kasus-kasus pemerkosaan dan penganiyaan, serta sederet tindakan keji lainnya yang lebih tak berperikemanusiaan.
Di masyarakat kita juga sudah membudaya sikap ketidakjujuran, meningkatnya kenakalan remaja yang berprilaku kriminal, pudarnya rasa hormat kepada yang lebih tua, merosotnya rasa tanggungjawab sosial, serta nilai-nilai moralitas, etika, susila dan tatakrama yang kian diabaikan. Sehingga masyarakat hidup dalam kondisi yang saling curiga, saling khawatir dan saling membenci. Kondisi semacam inilah, yang membuat kesenangan dan kebahagiaan menjadi barang yang mahal. Dan ketentraman, kedamaian, serta kenyamanan hidup menjadi sesuatu yang langka.

Krisis identitas benar-benar tengah menjadi gempa di negeri ini. Negeri yang dulunya dikenal sebagai negeri yang baldatun thayyibatun warabbun ghafur, malah menyisakan orang-orang kelaparan di daerah-daerah pegungsian. Sebab bangsa yang dulunya dikenal santun dengan adat ketimurannya ini, kini tengah berubah menjadi bangsa yang seakan mealpakan nilai-nilai agama dan kearifan lokalnya. Betapa sesuatu yang nyata-nyata sangat memalukan, tak dianggap lagi sebagai sesuatu yang mangkhawatirkan buat keberlangsungan bangsa.
Pertikaian - Dilakukan oleh sesama anak bangsa
Di kalangan elit pemimpin baik di ranah legislatif, eksekutif maupun yudikatif – dan bahkan dari kaum agamawan, juga tengah terjadi krisis keteladanan. Mereka yang seharusnya menjadi teladan moral, justru menyodorkan contoh pertikaian. Mereka yang seharusnya menjadi piranti penegakan hukum dan keadilan, justru mencontohkan sikap saling telikung. Mereka yang seharusnya mengayomi dan melayani masyarakatnya, justru memunculkan sikap arogan dan kesewenang-wenangan.
Padahal bangsa yang bermoral, tentu akan senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, rasa kebersamaan, sikap toleransi, kejujuran, keadilan, tanggung jawab dan lebih mengutamakan kepedulian sosial daripada mencari selamat untuk diri sendiri. Sebab jika hal yang demikian itu tak dijaga dan dirawat dengan sebaik-baiknya, maka kebrobokan moral akan memporak-pondakan negeri ini dalam waktu yang tak lama. Bukankah sebuah bangsa itu jaya atau hancur berantakan kerapkali ditakar dari sisi moralitas?
Maka alangkah indahnya kita simak lantunan syair dari Imam Syafi’i ini: “Aku sangat mencintai orang-orang Shaleh, tetapi diriku tak termasuk kedalam golongan mereka. Dan aku sangat membenci orang-orang yang sangat jahat, meskipun aku termasuk dalam kelompok mereka.”
Ungkapan bersahaja tersebut menyiratkan pesan moral, betapa pentingnya seseorang untuk mengakui keberadaan orang-orang Shaleh yang kemuliaannya sangatlah agung. Merekalah orang-orang yang dicintaiNya, yang resmi memperoleh pengakuanNya, serta yang dipercayai untuk menjadi ahliNya. Kita hendaknya senantiasa mendekat kepada mereka. Sebab orang-orang semacam itulah, yang bisa membawa negara, bangsa, lingkungan dan masyarakat menuju ke sebuah negeri kedamaian. Merekalah kelompok orang yang selalu menggenggam amanahNya, yang merupakan modal agung untuk menentramkan masyarakatnya.
Disisi lain, untaian kalimat imam syafi’i tersebut menyiratkan pesan agar kita mau mengakui pula tentang kedhaifan diri sendiri. Sikap mau mengakui kelemahan diri sendiri inilah, yang akan membuat kita bisa merasakan kedukaan orang lain. Dan perasaan semacam inilah, yang akan turut pula membentuk moralitas seseorang. Dengan moralitas yang mau menghargai orang lain serta mau mengakui kesalahan diri sendiri inilah, yang akan bermetamorfosa menjadi akhlaqul karimah.
Sungguh, bangsa ini membutuhkan orang-orang yang berakhlaqul karimah demi menata hari depannya. Sebab akhlaqlah yang menjadi pilar utama bagi kejayaan sebuah bangsa. Rasulullah SAW bersabda: ”Sesungguhnya aku diutus Allah ke dunia ini, adalah untuk menyempurnakan akhlak manusia.”
Dan sabdanya pula:
Pada pertimbangan amal di Mizan nanti, tak ada amalan apapun yang lebih berat bobotnya daripada akhlaq yang baik.”

Wallahu a’lam bish-shawab!

*) Tausiyah Islam ini ditulis oleh K.H. Imam Haromain, M.Si., Pengasuh Asrama Sunan Ampel Putra Pon. Pes. Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang.
Gambar diambil dari flickr.com.