Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tausiyah K.H. Imam Haromain: Proses Panjang Moralitas Keteladanan

Bismillah. Alhamdulillah.
Moralitas keteladanan kerapkali dibangun sejak dari keluarga. Sebab pemimpin tidaklah dilahirkan, melainkan dibentuk oleh sebuah proses sejarah yang panjang. Dan sejarah panjang itu berpangkal pada keharmonisan rumah tangga. Dari suasana keluarga yang dinaungi kemuliaan moralitas, kelak akan menghasilkan sosok pemimpin yang agung.
Contoh paling ideal dari figur yang demikian itu, tentulah berpulang pada diri Rasulullah SAW. Betapa indahnya arus komunikasi dan pola hubungan yang diciptakannya, ketika hidup berdampingan dengan istri, anak, menantu dan cucu-cucunya. Sikap beliau terhadap mereka senantiasa berhiaskan kelemah-lembutan.
Rasulullah SAW telah memberikan keteladanan; bagaimana cara mendesain sebuah keluarga yang harmonis-sakinah. Bahwa antara suami, istri, dan anak terdapat suatu pertalian yang suci, luhur dan agung. Itulah pertalian mahabbah, mawaddah wa rahmah; sikap saling mencintai dan saling mencurahkan kasih sayang penuh kerahmatan, yang berhamparkan ketulusan dan keteladanan.

Sebagai seorang ayah, Nabi Muhammad SAW dikenal sebagai bapak yang sangat perhatian terhadap anak-anaknya. Bahkan kelembutan dan kasih sayangnya terhadap anak-anaknya, tak pernah kita temukan bandingannya. Betapa mempesonanya ketika beliau mengangkat dan melempar putri kecilnya Fathimah Az-Zahra ke atas tinggi-tinggi dan menangkapnya kembali. Beliau melakukan itu beberapa kali lalu kemudian berdoa: “Semoga harum namanya dan luas rizkinya.”
Pernah suatu ketika seorang sahabat datang menemui Nabi SAW dan ketika itu beliau sedang mencium cucunya Hasan bin Ali r.a. Maka sahabat itupun berkata: “Sungguh, saya mempunyai sepuluh anak dan tidak pernah sekalipun menciumnya salah satu dari mereka.” Maka Rasulullah SAW bersabda: ”Bagi siapa yang tidak menyanyangi, maka dia tidak akan disayangi.”
Ketika hendak berangkat ke perang Badar, Rasulullah meminta Usman bin Affan agar tak ikut berperang demi menjaga istrinya Ruqayah (putri Rasulullah) yang sedang dalam keadaan sakit. Lalu Ruqayah pun akhirnya meninggal dunia. Saat berpulang dari perang, beliaupun langsung mengunjungi putrinya tersebut – bersama Fathimah yang kala itu masih remaja.
Sebagai seorang kakek, demikian kuatnya Nabi SAW meluapkan kasih sayangnya terhadap cucu-cucunya. Beliau sering sekali menggendong cucu-cucunya ke masjid dengan meletakkannya di atas bahunya. Di saat lain tampak beliau berjalan merangkak, di atas punggungnya Hasan dan Husein sedang bercanda.
Kaligrafi Nabi Muhammad SAW - Teladan yang memang patut diteladani
Abu Hurairah r.a. berkata: “Kami shalat Isya’ bersama Nabi SAW. Ketika Nabi sujud, Hasan dan Husein menaiki punggung beliau. Ketika Rasulullah mengangkat kepalanya, beliau mengambil keduanya dari sisi belakang dengan cara lembut dan menaruh keduanya di lantai. Ketika beliau sujud kembali, keduanya mengulangi seperti sebelumnya sampai beliau selesai shalat. Kemudian beliau mendudukan salah satunya di pahanya.
Begitu pun sifat Rasulullah terhadap istri-istrinya. Beliau mencurahkan kasih sayangnya secara penuh kepada mereka. Nabi SAW selalu memanggil istri-istrinya dengan panggilan nama yang indah yang mereka sukai. Seperti halnya kepada Aisyah, beliau memanggilnya dengan sebutan Yaa Humaira’ (Wahai yang kemerah-merahan). Dan betapa indahnya Aisyah r.a. bertutur: “Saya menyisir rambut Rasulullah SAW sementara saya dalam keadaan haid.” Aisyah pun juga pernah menceritakan: “Pernah aku makan daging yang tersisa dari tulang dengan menggigitnya, sedangkan aku dalam keadaan haid. Kemudian daging itu kuberikan kepada Rasulullah. Lalu meletakkan mulutnya pada bekas mulutku.”
Suatu ketika Rasulullah SAW pernah duduk di sisi unta. Kemudian beliau meletakkan lututnya, lalu istri beliau Shafiyyah meletakkan kakinya di atas lutut Nabi SAW hingga dia naik ke atas unta. Sabda beliau:”Yang terbaik di antara kalian, adalah yang terbaik kepada keluarganya. Dan aku adalah yang terbaik kepada keluargaku di antara kalian.” Dalam sebuah Hadist yang diriwayatkan Aisyah disebutkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda: ”Sesungguhnya di antara kesempurnaan iman orang-orang mukmin, adalah mereka yang paling bagus akhlaknya dan bersikap lemah lembut terhadap keluarganya.” (H.R, Tirmidzi)
Rasulullah SAW adalah teladan bagi para suami. Sebagai suami, beliau memiliki sifat romantis, penyantun, penyabar dan penyayang, sederhana dan luhur akhlaknya. Dialah sang teladan paripurna; penuh cinta dan belas kasih, murah hati, ramah, rela berkorban, sederhana, rendah hati, bersahaja, tulus, jujur dan berkata benar, adil, memenuhi janji, gigih, bertekad kuat dan pemberani, tidak berlebih-lebihan dan suka humor.
Maka jika ingin kelak rumah kita tumbuh seorang pemimpin yang agung dan mulia, hendaklah kita mengeterapkan keteladanan Rasulullah tersebut. Betapa indahnya jika sepasang suami-istri senantiasa bersikap romantis; makan sepiring berdua, suka berbagi, kerap melakukan humor demi membangun keakraban bersama, berjalan-jalan berdua, makan di luar sambil refreshing, serta berpergian ke luar kota. Dan alangkah indahnya jika seorang suami mau membukakan pintu rumah atau mobil bagi istrinya, mencium keningnya sebelum beranjak pergi, rela menemani hari-hari istrinya yang dalam keadaan sakit, serta memahami perasaan istri dan selalu berusaha memberikan kesenangan padanya.
Sungguh, dari moralitas rumah tangga semodel inilah yang akan menumbuhkan sikap seorang pemimpin bangsa yang jujur, adil, amanah dan bijaksana. Dan terasa tak mungkin akan lahir seorang pemimpin bangsa yang bajik, dari sebuah rumah tangga yang carut-marut dan moralitas keluarga yang hancur berantakan.

Wallahu a’lam bish-shawab!

*) Tausiyah Islam ini ditulis oleh K.H. Imam Haromain, M.Si., Pengasuh Asrama Sunan Ampel Putra Pon. Pes. Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang.
Gambar diambil dari flickr.com.