Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makna Mendalam “Assalamualaikum” Yang Kian Terabaikan

image: laswpc.com
Kejayaan Islam hanya ada pada masa Rasulullah SAW, demikian banyak ungkapan para ulama. Namun tidaklah hal itu bernilai diskriminasi, melainkan agar menjadikan umat Islam sebagai kata cambukan agar lekas berbenah diri. Bukankah sebaik-baik umat adalah mereka yang melihat secara langsung nabi Muhammad lantas mencintai dan beriman kepadanya, Melainkan yang lebih baik dari itu adalah umatnya yang tidak melihat secara langsung, lantas mencintai dan beriman kepadanya. Ungkapan itu tidak sekedar dilontarkan begitu saja, tetapi dengan disodorkan hadiah berupa Al Qur’an dan Hadits. Kembali menghadirkan jiwa-jiwa yang Islami, tentunya didasari dari niat yang baik, menata ulang nilai-nilai positif Islam yang tidak sekedar ada begitu saja, tetapi untuk menyempurnakan apa yang telah ada sebelumnya.

Muhammad adalah seorang yang disegani dunia, Michael Hart dalan bukunya ‘’Seratus Orang Paling Berpengaruh Di Dunia’’ menepatkannya Muhammad pada urutan paling pertama. Karena kecerdasannya sebagai pemukan agama juga dengan kesuksesannya sebagai pemimpin umat. Ciri Muhammad adalah seorang yang sangat murah hati, murah senyum, dan murah dalam mengayomi umatnya yang teraniaya pada saat itu. Meskinya sifat yang demikian tersebut menjadi landasan bagi kita umat muslim dalam bertingkah laku, salah satu kemurahan hati yang dicerminkan beliau dengan senantiasa mendoakan siapapun yang ia jumpai.

Penting untuk mendiskusikan kembali bagaimana posisi do’a tersebut, kemudian mendudukkannya sebagai sesuatu yang sakral. Tidak sekedar untuk di “umbar”, atau hanya sekedar pelengkap pertemuan, Tidak menjadi azimat kebahagiaan bagi penutur dan yang dituturi. Padahal nilai religius sangat kental di dalamnya. Muhammad dalam pertemuannya, Beliau senantiasa mengucapkan Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Terdengar sangat familiar, sebab tiap hari kita ucapkan. Yang menjadi pertanyaan bagi kita semua, apakah diucapkan di setiap HATI..?

Assalamu alaikum; Keselamatan Bagi Kalian. Dan timbul pertanyaan, Apakah kita benar-benar telah mendoakan yang kita jumpai yang kepadanya diucapkan salam?..., Tersentuhkah hati ini tatkala kata itu dilontarkan?. Setiap umat yang hidup pada masa nabi, benar-benar merasakan aliran ketulusan Muhammad, hingga beliau digelari dengan amiril mukminin; seorang pemimpin yang luhur. Ada baiknya untuk sejenak mengucapkan dan memaknainya dalam hati, agar do’a keselamatan benar-benar menjadi keselamatan kepada orang yang kita beri salam.

Warahmatullahi; Dan Rahmat Allah. Rahmat atau kasih-sayang, Poin kedua setelah do’a keselamatan adalah dengan mengharapkan kasih sayang menyertai orang yang diberi salam. Kasih asal kata dari Kasi; atau Beri. Sungguh Allah Maha pemberi, pemberi apapun itu. Pemikiran kita akan lekas memaknai pemberian dengan sesuatu yang berupa materi, Sangat naif bila mengartikan segalanya akan hal terebut. Padahal Tuhan itu tidaklah materialistik, Namun bisa diartikan berputar. Keselamatan yang diberikan oleh Allah kepada orang yang kita doakan, menjadikannya beraktifitas dengan baik, berbadan dan berjiwa sehat. Sebab terhindar dari mara bahaya, Maka dari keselamatan itu seseorang menemukan rezeki sebagai penopang hidup, untuk keluarga atau untuk di jalan dakwah. 

Wabarakaatuh; Berkah Allah atau Senantiasa Dalam LindunganNya. Berkah yang meliputi perjalanan hari-hari orang Islam. Sehingga dalam beraktifitas, lindungan Allah senantiasa melingkupi, serta kata berkah akan menghantarkan manusia untuk tidak berleha-leha, Ataukah hanya sekedar hidup meniadakan kerja-kerja kekhalifahan di muka bumi. Kata-kata salam yang hampir beberapakali kita ucapkan setiap harinya, khususnya bagi yang beragama Islam, Salam tersebut menuai banyak pemaknaan, namun kita seringkali lusut dari pemaknaannya, sehingga doa tersebut hanya sekedar kata tanpa dorongan. Do’a yang tidak menggerakkan si penutur dan yang dituturi.  Bahkan do’a tersebut tak jarang diucapkan bagi mereka yang non Islam, Hanya sekedar mengucapkan. Barangkali sama dengan kita, pemilik agama yang hanya sekedar mengucapkan salam yang tidak tau maksud atau makna yang kita ucapkan.

Salam hanya sekedar kebiasaan, Terbiasa mengucapkan dan mengabaikan maknanya. Ada baiknya untuk mengingat-ingat kembali akan rentetan kata “mengabaikan” yang berujung pada karakter. Bermula mengabaikan akan terjadi pembiaran. Sebagai contoh kalimat “biarin saja, yang penting diucapkan salam”. Pembiaran akhirnya membiasakan, Karena telah terbiasa maka akan berubah menjadi karakter. Dan karakter itulah yang cenderung menjadi kebenaran. Berawal dari “mengabaikan” hal-hal kecil yang akan bermuara menjadi besar. Mengabaikan janji-janji saat kampanye, Mengabaikan janji untuk tidak korupsi. Mengabaikan hati dan menikmati penderitaan orang lain, Berujung kepada rakyat yang terabaikan. 

Keselamatan bagi kita semua, Rahmat Allah, dan semoga senantiasa dalam lindunganNya. Amin...

Kontributor : ARBAMEDIA TEAM - Kediri