Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN MEMPERKUAT MADRASAH DINIYAH



       Apa yang dimaksud dengan sekolah Fulldayschool yang  akhir-akhir ini begitu hangat diperbincangkan. Sebagai pelajar dan santri  saya pun tertarik mengikuti perkembangan berita tersebut,  dan kalo boleh berbicara bahwasanya sistem atau istilah fulldayschool ini sebenarnya sudah sering kita mendengarnya dari tahun-tahun terdahulu, bahkan dulu ketika saya hendak melanjutkan sekolah menengah pada tahun 2007an ditawari untuk masuk kesalah satu sekolah yang telah memakai sistem fulldayschool, tetapi saya urung masuk dan lebih memilih melanjutkan pendidikan di pondok pesantren. 
              Pada waktu itu dalam pemahaman saya istilah fulldayschool ini dimaksudkan untuk  sekolah yang mengajarkan atau mendidik siswanya dengan waktu yang lebih lama daripada sekolah pada umumnya, dan secara  masif masyarakat sekitar memandang sekolah dengan sistem fuldayschool ini sebagai sekolah unggulan atau sekolah plus dengan berbagai keunggulan dan gengsi yang didapat, karena tidak sembarang orang bisa masuk disekolah tersebut. Dan memang saya akui waktu itu untuk masuk kesekolah tersebut haruslah  orang-orang yang  berprestasi sebelumnya karena ada syarat batas nilai ataupun rangking sebagai pra syarat masuk,  yang belum semua sekolah menerapkanya seperti sekarang. satu lagi menurut pemahaman saya  tentang sekolah fulldayschool tentunya masalah biaya, yang tidak sama dengan sekolah pada umumnya tanpa embel-embel fulldayschool.
           Kemudian apakah fulldayschool yang sekarang ramai ini sama dengan apa yang saya pikirkan tersebut. Perlu diketahui dengan perkembangan zaman istilah fulldayscool ini tidaklah se eksklusif dulu, dikarenakan banyaknya sekolah-sekolah yang telah menerapkannya atau memakai istilah sekolah fulldayschool  ini, maka menjadi umum sekolah dengan model seperti  ini.
Lebih lanjut membaca berita terbaru pekan ini dari pemerintah melalui kemendidbud tentang aturan sistem sekolah fulldayschool ini ternyata lebih dari yang saya kira, yakni pertama masalah fulldayscool dengan memangkas satu hari aktif, sehingga hari libur menjadi sabtu dan minggu sedang hari aktif sekolah senin sampai jum'at. Dengan kronologi dan tujuan memaksimalkan jam kinerja guru. Di dalam UU guru dan dosen (UU 14 2005), beban kerja guru itu minimal 24 jam tatap muka di kelas dalam seminggu. Jadi selama ini kerja guru itu hanya diakui tatkala berada di depan kelas. Ternyata dalam praktiknya banyak guru yg tidak bisa memenuhi. Karena pelajaran yang diampu jam nya Hanya sedikit. Misalnya pelajaran antropologi, bahasa asing, agama, dan lain-lain. Kemendikbud mencari solusi dengan mengubah beban kerja guru dengan mengikuti standar ASN, yaitu 40 jam seminggu. Dan berdasar Perpres, kerja ASN itu lima hari kerja dalam seminggu. Oleh sebab itu, perhari menjadi delapan jam. Guru juga tidak perlu keluyuran mencari tambahan jam mengajar di sekolah lain. Dengan demikian bisa fokus mendampingi siswanya. Itulah yang mendasari sekolah masuk lima hari. Atas dasar PP tersebut di atas antara lain kemudian terbit Permendikbud No 23 tahun 2017, tentang Hari Sekolah. Demikan menurut kemendikbud.
      Dari situ muncul kehawatiran terutama masyarakat yang ada di desa-desa maupun kota-kota kecil yangmana terdapat banyak sekolah sore atau kita sebut dengan diniyah, diperkotaan ada TPQ atau TPA, bilamana fulldayschool ini diterapkan lalu bagaimana dengan nasib pendidikan-pendidikan sore tersebut dan guru-guru yang ada didalamnya.
                Kalau dengan dalih fuldayschool yang baru dari pemerintah ini untuk menguatkan pedidikan atau madradah diniyah yangmana katanya ada pasal yang masih dimatangkan mengatur kerjasama antara sekolah dengan Madrasah diniyah. Kalau benar adanya, sedikit yang membuat saya bingung, pertama adalah apakah semua sekolah bisa atau mau bekerjasama dengan madrasah diniyah ataupun sebaliknya apakah madrasah diniyah bisa dan mau bekerjasama dengan pihak sekolah. Kemudian kalaupun keduanya sepakat bersinergi  bekerjasama dengan asumsi alokasi waktu  sesuai keterangan dari kemendikbud yakni sekolah pagi sampai jam 01.30 siang dan dilanjutkan madrasah diniyah yang mana siswa yang masuk ke diniyah bisa dihitung jamnya maka menjadi delapan jam menurut penjelasan kemendikbud, lalu bagaimana dengan hitungan jam guru yang menjadi pokok masalah diawal tadi. Apakah tidak akan menimbulkan masalah dan kecurangan-kecurangan baru dalam sistem ini.
            Ada guru madrasah diniyah sore masuk dikelas sekolah pagi lalu ada  pedamping dari guru-guru sekolah yang diharuskan hadir delapan jam tiap hari. Dan lagi bila ada siswa yang tidak ikut diniyah maka bisa mengikuti extrakulikuler atau pelajaran yang sifatnya kokulikuler(memperdalam pelajaran intrakulikuler). Apakah siswa yang ikut dinyah tidak terpengaruh oleh siswa yang hanya bermain dan ekstrakulikuler juga sebaliknya.     Bagaimana saya membayangkan rancaunya pengaturan ini dalam sekolahan seandainya saya bertindak sebagai kepala sekolah.
        Terakhir masih menurut pemerintah dan kemendikbud bahwa full day school ini adalah pendidikan karakter atau lebih tepatnya memperkuat pendidikan karakter. Yang sekarang kita tahu sudah ada kurikulum 13 yang berorientasi pada pendidikan karakter. Apakah kurikulum ini ada yang salah, atau kurang hasilnya ketika di aplikasikan disekolah atau bahkan gagal sehingga perlu diperkuat sampai dirubah segala.
            Kalau boleh jujur tentang perbandingan sistem pendidikan karakter, mana yang lebih berhasil antara pendidikan karakter dari sekolah formal ataukah pendidikan karakter masrasah diniyah, maka saya menganggap keberhasilan pendidikan karakter di madrasah diniyah jauh lebih baik. bahkan sewaktu saya sekolah dulu antara siswa yang diniyah dan yang tidak, sangat jelas sekali perbedaanya, yangmana tingkat katakter yang lebih baik dimiliki oleh siswa yang belajar di madrasah diniyah. Bagitupun guru yang dulunya pernah mengenyam pendidikan madrasah diniyah mempunyai keluesan dan nilai plus tersendiri. 
        Dan karakter siswa dari madrasah diniyah inilah yang kemudian dibawa ke sekolahan formal, begitupun guru madrasah diniyah yang membawa nilai plus walaupun yang diajarkan di sekolah formal  bukan pelajaran agama. Maka terciptanya pendidikan karakter yang baik di sekolah tersebut sebenarnya adalah keberhasilan dari pendidikan madrasah diniyah, dengan tidak mengesampingkan sekolah formal diperkotaan yang dianggap sukses.
            Dari sekian pembahasan sistem pendidikan di negara ini maka saya lebih condong dengan pemikiran terbalik yakni sekolahan formal harus mengikuti madrasah diniyah bukan sebaliknya, karena dirasakan ataupun tidak, madrasah diniyah dan sejenisnya selalu memberikan toleransi maupun merubah kebijakan menyesuikan sekolah formal yang lambat laun semakin lebih lama waktunya, ambil contoh sekolah formal dilingkungan pesantren yang saya tempati, ada yang pulang sampai jam tiga sore, sedangkan diniyahnya bagi para santri jam setengah empat sore sudah dimulai. Akhirnya diniyah merubah kebijakan dan lain-lain untuk menyesuikan diri.
            Walau sebenarnya menurut pemahaman saya madrasah diniyah ataupun yang sejenis inilah yang konsisten dan telah terbukti mencetak generasi-generasi yang berkualitas dan  berkarakter lebih baik, walaupun tidak menafikan ada juga kekurangan didalamnya. Maka sebagai lulusan madrasah diniyah saya lebih meimilih konsep memperkuat pendidikan madrasah diniyah baru kemudian sekolah formal dengan menempatkan madrasah agama atau diniyah yang biasanya disore hari dan menjadi pendidikan sekunder, diganti menjadi pendidikan primer yang wajib ditempuh anak-anak dalam negeri, sedangkan sekolah formal ditempatkan siang atau sore hari sebagai gantinya. sehingga karakter anakdidik terbentuk dengan baik dipagi hari di lanjutkan penanaman ilmu umum dan pengembangan bakatminat di pendidikan formsl siang atau sore  hari akan lebih maksimal.
                Ingat pendidikan madrasah diniyah yang ada sekarang adalah murni pendikan ciptaan dalam negeri, dan sudah menjadi kekayaan budaya sekaligus khazanah keilmuan di indonesia, lalu apakah kita ingin mengikisnya sedikit demi sedikit pendidikan tersebut, sehingga beberapa tahun kedepan kita hanya bisa bercerita kepada anak cucu  tentang adanya dulu madrasa diniyah sore. Marilah kita kuatkan pendidikan asli indonesia  untuk mencentak generasi cinta tanah air.

Oleh. Pengurus Tarbiyah Diniyah ASA