Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tausyiah K.H. Imam Haromain: Membangkitkan Energi Rasa Malu

Bismillah. Alhamdulillah.
Keinginan berubah bisa diawali dari rasa malu. Contoh, seorang ayah tiba-tiba belajar membaca al-Qur'an di umurnya yang menua, karena melihat anaknya yang mulai lancar membacanya. Seorang pria yang baru menikah – yang awalnya begitu malas beribadah – tiba-tiba gemar melakukan shalat lima waktu, lantaran melihat istrinya yang demikian tekun melakukan shalat sunnah malam maupun pagi hari.
Rasa malu, jika kita bisa memenejnya secara tepat, bisa menjadi energi positif yang menggerakkan seseorang untuk melakukan perbaikan kemanusiaan. Energi - yang berasal dari rasa malu - itulah yang menahan seorang pejabat, untuk tidak berikap sewenang-wenang terhadap rakyatnya. Perasaan itu pula yang membuat seorang pemimpin, tak berlaku semena-mena kepada bawahannya. Seorang juragan yang memiliki rasa malu, tak kan mungkin berbuat kasar terhadap pembantunya.
Energi itu juga yang juga seringkali mendorong seseorang, masyarakat dan suatu bangsa, untuk melakukan instropeksi dan evaluasi. Tak sedikit orang-orang yang semula dihinakan, tiba-tiba mencuat menjadi seorang yang sukses. Rasa malu itulah yang mengubah masyarakat yang tadinya terbelakang, menjadi sebuah masyarakat yang maju dan berkembang.
Kita mungkin perlu menengok sejarah bangsa Jepang. Negeri Sakura itu pernah hancur diluluhlantahkan pada Perang Dunia II. Tak berselang lama bangsa itu bangkit kembali. Untuk mengejar ketertinggalannya dari bangsa lain, Jepang mengeterapkan sistem kerja 16 jam sehari. Itulah sebabnya bangsa Jepang dikenal sebagai bangsa yang masyarakatnya workaholic (gila kerja).
Sementara bangsa Indonesia, justru keliru dalam memenej waktunya. Sejak kecil kita telah didoktrin untuk membagi waktu menjadi 3 bagian; 8 jam bekerja, 8 jam bersantai-ria dan 8 jam untuk tidur. Sehingga secara kalkulatif, sebagian besar waktu kita lebih banyak dihabiskan untuk istirahat.
Padahal al-Qur'an sendiri membagi waktu menjadi dua bagian. Sebagaimana hal itu tertulis pada surah an-Nabaa': “Aku ciptakan matahari untuk membedakan siang dan malam. Dimana siang hari untuk bekerjamu dan malam hari sebagai pakaian untuk beristirahat.”
Rasulullah SAW telah memberikan sebuah teladan, agar kita membagi waktu malam menjadi 3 bagian; sepertiga malam untuk melakukan evaluasi diri, sepertiga malam untuk istirahat, dan sepertiganya lagi untuk beribadah, berdoa dan bertafakkur. Oleh karena itulah, beliau melarang umatnya untuk tidur pagi hari. Sebagaimana dalam sebuah sabdanya yang diriwayatkan oleh ath-Thabrani: “Seusai shalat fajar (shubuh) janganlah kamu tidur, sehingga melalaikan kamu untuk mencari rezki.”
Alam kita yang gemah ripah loh jinawi, juga kerapkali menjadikan kita alpa dan terlena. Kemudahan-kemudahan yang disediakan oleh alam raya, justru menjadikan kita enggan untuk bekerja keras, berkreasi dan melakukan inovasi. Itulah yang membuat masyarakat kita lebih gampang meminta-minta, daripada berugumul dalam bekerja. Maka sudah waktunya kita bangkit dari rendahnya mutu kehidupan semacam itu.
Banyak sekali hadits yang menekankan, betapa agung dan mulianya orang yang mau bekerja keras itu. Seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari: “Tiada makanan yang lebih baik daripada hasil usaha tangan sendiri.” Juga sebuah hadits yang diriwayatkan ath-Thusi menyatakan: “Allah memberi rezki kepada hambanya, sesuai dengan kegiatan dan kemauan keras, serta yang dicitakannya.”
Nabi SAW juga bersabda: “Sesungguhnya Allah suka kepada hamba yang berkarya dan terampil. Barangsiapa bersusah payah mecari nafkah untuk keluarganya, maka dia serupa dengan seorang mujahid di jalan Allah azza wajalla.” Sabdanya pula: “barangsiapa pada malam hari merasakan kelelahan dari upaya keterampilan kedua tangannya pada siang hari, maka pada malam hari itu diampuni oleh Allah.” (HR Ahmad) penjajahan selama berabad-abad yang dirasakan bangsa Indonesia, juga telah membuat masyarakatnya menjadi bodoh dan terbelakang. Keterbelakangan membuat diri kita menjadi lamban dan kurang peka terhadap ketertinggalan yang ada, jika hal itu dibandingkan dengan negara-negara maju yang ada di belahan dunia lain. Kebodohan juga telah membuat masyarakat kita lebih suka ongkang-ongkang kaki dan lebih gemar menganggur. Padahal Rasulullah sangat mengecam model kehidupan yang seperti itu. Melalui sebuah hadits yang diriwayatkan ash-Shihab, beliau bersabda: “Pengangguran menyebabkan hati keras (keji dan membeku).”
Maka tak ada jalan lain selain bangkit dari segala bentuk kebodohan, keterbelakangan, keterlenaan, kemalasan, kelemahan dan ketidak berdayaan. Dan kebangkitan itu bisa diawali dari rasa malu. Sebab jika rasa malu tersebut telah sirna dari jiwa, maka tunggu saja saat-saat kehancuran.
Sabda Rasulullah SAW: “Dari Ibnu Mas'ud al-Anshari r.a. dia berkata; Rasulullah SAW bersabda: “Sesungguhnya salah satu yang didapati oleh manusia dari perkataan para Nabi yang terdahulu adalah: Jika kamu tidak malu, maka berbuatlah apa yang kamu mau.”
Wallahu a'lam bish-shawab.

*) Tausiyah Islam ini ditulis oleh K.H. Imam Haromain Asy'ari, M.Si., Pengasuh Asrama Sunan Ampel Putra, Pon. Pes. Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang.