Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Makna Dan Kekuatan Kata ‘’IQRA’’ Dalam Al-Qurán

image: islamicdesktop.net
Negara yang besar adalah Negara yang sekuat mana para penghuninya membaca. Hal ini diamini semua kalangan, sebab seseorang yang besar dalam hal gagasan atau apapun itu adalah mereka yang mengetahui minimal 3000 tahun sebelum masanya. Bisa kita telusuri bersama banyaknya perpecahan antara bangsa serta suku, khususnya di Negara ini, diakibatkan lemahnya pembacaan akan asal usul umat manusia. Padahal, pendek kata manusia bersumberkan satu, yaitu nabi Adam AS. Emosi yang meluap-luap akan membutakan segalanya. Bahkan sering perseteruan terjadi, usut demi usut yang berseteru, adalah keluarga dekat yang tidak saling tahu menahu. Bahkan itu bisa terjadi pada kita, ataukah pernah terjadi.

Rasulullah Muhammad SAW, merupakan pusat kecintaan umat Islam di dunia. Namun seringkali kita hanya melewatkan kisahnya, tanpa sejenak menafakuri apa-apa yang telah dialaminya. Sebagaimana kita memandangnya sebagai manusia biasa yang juga “sakit hati” dalam perjuangan, dan bagaimana beliau melewatinya. Seringkali kita mendengar, jika seorang da’i berkhotbah ‘’ Saat Muhammad melaksanakan shalat di malam hari, kakinya pecah-pecah kerenanya ’’. Kisah yang dinisbahkan tersebut akan lekas pikiran kita ini menimpali dengan alasan “itu kan Nabi!”. 

Dengan jawaban yang sederhana pula, tiadalah Muhammad melakukan itu jika umatnya tiada mampu mengikutinya. Di lain sisi, saat mengutip kisah Muhammad yang memiliki istri yang lebih dari satu, jika pelakon poligami ditanyai akan hal ini, jawabannya juga sederhana “kita kan mengikuti nabi”.  Kita mau “mengikut” dalam hal yang seenaknya saja, Meski ini tidak berlaku secara menyeluruh.

Muhammad SAW membawa revolusi pengetahuan, maukah kita benar-benar mengikutinya?. Tatkala Yunani menganggap Filsafatlah yang paling benar, senada dengan itu Cina juga mengklaim jika konghuchu lah yang paling benar, India pun ikut mengklaim. Kedatangan Muhammad membawa revolusi pengetahuan “Tuntutlah ilmu walaupun di Negeri Cina”, demikian Fauz Noor mengungkapkan dalam Bukunya yang berjudul Tapak Sabda. Kita tertinggal jauh dengan Negara-negara yang telah lama melek pengetahuan, sementara dorongan itu dari Nabinya umat Islam. Muhammad yang selama 15 tahun, Setiap bulan Ramadhan satu bulan penuh bertafakur di Gua Hira yang jaraknya 6 km dari kota Makkah.

Kita ketahui anugerah yang paling pertama turun yang menggegerkan alam semesta yakni “iqra” bacalah. Muhammad seorang yang ummiy (tidak tahu baca tulis), bukan berarti Muhammad kekal ummiy. Muhammad terus belajar sampai pengaruhnya menyebar ke seluruh dunia. 15 tahun bukanlah waktu yang singkat, setelah itu turunlah pengetahuan tentang “baca”. Logika sederhananya, pernahkah atau akankah kita mewakafkan diri ini untuk membaca selama 15 tahun?.. 

Bacalah = Kalimat perintah. Memerintahkan Muhammad untuk membaca. Tentunya ayat tersebut juga diperuntukkan untuk kita semua, sebagai pedoman. Pedoman yang kekekalannya telah dijamin oleh Tuhan. Namun, berdiam sejenak untuk merasakan apakah perintah ini telah merasuk kepada diri kita?, Ataukah hanya sekedar bacaan yang tak punya daya bangkit. Tentunya akan menimbulkan banyak pertanyaan, apa yang harus kita baca?, Jawabannyapun sederhana, baca apa saja. Baca apa saja yang ada dihalaman rumah kita, Pohon-pohon yang beraneka ragam, yang dari padanya kita menuai banyak manfaat. Baca setiap orang yang kita temui, maka pengetahuan ini akan mengantarkan kepada pengetahuan psikologi. 

Membaca pertanda di malam hari, akan melahirkan ilmu astronomi dan masih banyak lagi. ‘’Iqra, berurusan dengan kitab-kitab dalam bahasa Indonesia bermakna buku-buku. Berurusan dengan kata-kata, yakni Bahasa. Bahasa sangat erat kaitannya dengan kitab atau buku. Negeri ini adalah Negeri Bahasa, 724 bahasa yang telah tercatat dan masih banyak lagi yang sementara dalam penelitian. Tidaklah cukup untuk memaknai bahasa ‘’Iqra’’ dengan satu bahasa, sebab Al-Qur’an adalah Rahmatan lil-alamin. Pastinya perdebatan akan sangat panjang bila berurusan dengan pembahasan ini.

Kembali pada BACA. Keberadaan titah suci ini harusnya diurai kembali. BACA yang membawakan revolusi segala-galanya tidak akan pernah terlambat untuk mengurusinya. Lalu BACA harus menjadi solusi Negara ini yang terus termanjakan di titik terendah. Kerja-kerja Soekarno (1964) memberikan penjelasan gamblang “...Kita harus membangun sekolah-sekolah baru, Karena pendidikan amat penting bagi rakyat-rakyat yang haus akan pengetahuan”. Sangat rapi, Soekarno pada pembukaan konferensi Asia Afrika, mensejajarkan Negara yang baru merdeka ini dengan buku-bahasa-kata-kata. 

Dilanjutkan oleh Soeharto yang mengeluarkan banyak anggaran memasukkan buku-buku, meski buku-buku yang diterbitkannya menjadi bahan koreksi generasi pelanjut. Termasuk yang tenar pada masa itu majalah ‘’Si KUNCUNG’’, Bacaan anak SD yang beredisi memberikan banyak inspirasi mengajak pembacanya mengenal lebih jauh kemajuan bangsa-bangsa yang rajin membaca. 

Di era pemerintahan Jokowi yang masih sangat belia ini, Beliau harus kembali melanjutkan gerak baca anak Negeri, melanjutkan tawaran sikap pemuka bangsa. Sehingga akan menghantarkan bangsanya ke titik teratas hanya dengan bacaan, karena Tuhan tak pernah ingkar janji. IQRA’ ( bacalah ), Kalimat perintah tidak untuk ditawar-tawar lagi.
Kontributor : ARBAMEDIA TEAM - Kediri