Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tausyiah K.H. Imam Haromain: Enam Syarat Untuk Pendidikan yang Mengglobal

Bismillah. Alhamdulillah.
Di tengah kompetisi madrasah yang saling mengembangkan kualitas dirinya, betapa indahnya jika kita sejenak menengok kitab ta'limul muta'allim. Sebab telah berusia abad kitab tersebut menjadi kurikulum resmi pondok pesantren. Intinya, kitab itu lebih banyak bertutur tentang etika pendidikan.
Pada salah satu pasalnya, kitab itu memberikan rambu-rambu ketika seseorang telah berniat untuk belajar. Suatu ilmu pengetahuan, demikian yang tertera pada kitab tersebut, tak akan bisa tercapai kecuali dengan 6 syarat; potensi kecerdasan, kemauan yang keras, kesabaran diri, biaya pendidikan, bimbingan guru dan membutuhkan waktu yang panjang.
Ketika sistem dan metodologi pendidikan sudah semakin mengglobal, mungkinkah nilai-nilai dari kitab ta'lim tersebut bisa dipertemukan? Sebab dengan belajar melalui internet misalnya, sangat dimungkinkan siswa-siswi kita tak lagi mementingkan kehadiran seorang guru. Bukankah dengan mengekses internet, pengetahuan apa saja yang dibutuhkannya akan bisa terpenuhi?

Ternyata, quantum pembelajaran punya resikonya tersendiri. Ketika seorang siswa merasa lebih pintar dari gurunya, tidakkah hal itu berpeluang atas terjadinya tindak pengingkaran? Agar hal demikian itu tak terjadi, maka tak ada salahnya kita tetap berpegang pada nilai-nilai yang termaktub dalam kitab ta'limul muta'allim. Sebab setiap lembaga pendidikan, idealnya bisa melahirkan generasi yang pintar dan sekaligus benar. Jadi tak semata menelorkan siswa yang berkecerdasan tinggi, melainkan juga berbudi.
Sayangnya, pendidikan modern justru kedodoran dalam meletakkan etika pada peserta didiknya. Sehingga seorang siswa yang cerdas, itu sama sekali tak menjamin bahwa dia adalah seorang siswa yang baik. Dengan kata lain, sebuah kecerdasan tak berbanding lurus dengan kebaikan. Sehingga ketika seorang siswa yang cerdas mencemooh bapak/ibu gurunya, hal itu tak lagi menjadi berita yang mengagetkan.
Belajar Mengajar di Kelas - Belajar butuh bimbingan guru.
Oleh karenanya, meskipun kita terus berbenah untuk mencapai kualitas pendidikan, jangan pernah mengesampingkan persoalan akhlaq dan moralitas siswa. Dengan begitu, mereka tetap memiliki sikap ketundukan dan kepatuhan terhadap sang guru. Sebab bagi siswa yang beriskap kasar terhadap gurunya, maka sangat dikuatirkan akan tumpul lisannya, menghilang hafalannya, serta di akhir hidupnya akan mengalami kefakiran.
Belajar tanpa disertai dengan sikap ketawadhu'an, bisa saja pengetahuan tersebut akan sampai ke tabung otaknya. Namun di sisi lain, dirinya akan kehilangan keberkahan dan kemanfaatan ilmu yang didapatkannya. Padahal keduanya merupakan target utama dari pencarian ilmu pengetahuan. Itulah sebabnya Rasulullah senantiasa melantunkan do'a: “Ya Allah, berilah kami kemanfaatan dari ilmu yang telah Engkau berikan. Dan berilah kami ilmu yang bermanfaat bagi diri kami. Dan berilah pula kemanfaatan dari rezki yang telah Engkau berikan pada kami.”
Agar ilmu pengetahuan yang kita peroleh tetap bertudung berkah-manfaat, maka sematkanlah nilai-nilai kitab ta'lim itu pada setiap pundak siswa. Dengan demikian, mereka akan berperilaku beradab dan bukan bertindak biadab. Di luar ruang belajar, merekapun akan tetap menjaga perilakunya dari rindak kemaksiatan. Imam Syafi'i pernah berkata: “Ilmu itu cahaya. Dan cahaya itu tak akan diberikan oleh-Nya, kepada orang-orang yang berlaku maksiat.”
Dengan akhlaqul karimah yang menyelimuti dirinya, tentu mereka akan merasa bahwa ilmu itu milik-Nya jua. Dan dengan mengamalkannya, maka Allah akan memberinya pengetahuan dari yang selama ini tak diketahuinya. Sabda al-Hadits: “Orang yang mau mengamalkan ilmunya, maka Allah akan memberitahu ilmu yang dia belum pernah tahu.”
Betapapun giatnya para siswa dalam meraup ilmu pengetahuan, maka hendaknya senantiasa pula disertai dengan bimbingan guru. Dan bagi siswa yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata, maka jangan pernah melupakan akan jasa-jasa gurunya. Bukankah Sayyidina Ali karramallahu wajha pernah berkata: “Aku adalah hamba sahaja bagi orang yang telah mengajarkan ilmu padaku, meskipun itu cuma satu huruf.”
Wallahu a'lam bish-shawab!


*) Tausiyah Islam ini ditulis oleh K.H. Imam Haromain, M.Si., Pengasuh Asrama Sunan Ampel Putra Pon. Pes. Mamba'ul Ma'arif Denanyar Jombang.
Gambar diambil dari flickr.com.